Beranda Teknologi Roda 2 Bobibos: Analisis BBM Jerami Viral, Klaim RON 98.1 vs Fakta Kementrian ESDM

Bobibos: Analisis BBM Jerami Viral, Klaim RON 98.1 vs Fakta Kementrian ESDM

7
0
Bobibos Analisis BBM Jerami Viral karya anak bangsa

Kamu pasti denger kan, jagat otomotif kita lagi geger banget sama satu nama: Bobibos. Ini bukan sensasi kaleng-kaleng. Sebaliknya, ini sebuah fenomena yang bikin semua petrolhead sampai pejabat tinggi ikut noleh. Gimana nggak? Bayangin aja, ada yang klaim nemuin bahan bakar baru, Bahan Bakar Bobibos, yang mereka buat dari limbah jerami!

Yang bikin makin melongo, klaimnya itu lho: punya oktan (RON) tembus RON 98.1. Angka ini jelas lebih tinggi dari Pertamax Turbo. Selain itu, mereka klaim bahan bakar ini nyaris nol emisi. Sontak, hal ini membelah publik. Ada yang langsung teriak “Merdeka Energi!”, “Energi Merah Putih!”. Tapi, nggak sedikit juga yang garuk-garuk kepala, “Ini beneran apa cuma gimmick?”

Nah, daripada kita semua ikut bingung dan cuma modal “katanya-katanya”, Exmotoride bakal bedah tuntas soal fenomena BBM Bobibos ini. Kita bakal lihat klaimnya dan telusuri visinya. Tapi yang paling penting, kita bakal adu data itu dengan fakta resmi. Selain itu, kita akan dengar jawaban dari regulator, terutama soal Bobibos ESDM dan para ahli. Siap? Kita bongkar bareng-bareng.

Bro, Jadi Sebenarnya Bobibos Itu Apa Sih?

apa itu bobibos dan kepanjangannya

Oke, kita mulai dari dasarnya dulu. Apaan sih Bobibos ini? Kenapa namanya kedengeran kayak lagi bercanda?

Dari Mana Nama “Original Buatan Indonesia, Bos!” Muncul?

Nama “Bobibos” ini ternyata singkatan yang sengaja mereka buat populis: “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos!”. Kelihatan banget kan semangat nasionalismenya? Jelas, ini adalah inovasi yang lahir dari Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Penggagas di balik proyek ambisus ini adalah M. Ikhlas Thamrin. Dia menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaan pengembang, PT Inti Sinergi Formula. Menurut pengakuannya, riset Bobibos ini bukan kerjaan semalam suntuk. Dia dan timnya mengklaim sudah menggarap ide ini selama satu dekade terakhir, alias 10 tahun! Tujuannya mulia: merespons isu kelangkaan dan mahalnya harga BBM, sekaligus bikin Indonesia mandiri energi.

“Serum” Jerami: Proses “Kotak Hitam” di Balik Bobibos

Ini bagian paling krusial sekaligus paling misterius. Bahan baku utama Bobibos adalah Bobibos Jerami. Tentu saja, ini adalah pilihan bahan baku yang cerdas banget, kan. Kenapa? Sebab, jerami itu limbah pertanian yang jumlahnya melimpah ruah di Indonesia. Yang paling penting, ini adalah non-pangan.

Artinya, dia nggak bersaing dengan kebutuhan perut manusia. Ini beda sama sawit untuk biodiesel yang sering jadi kontroversi.

Gimana caranya jerami bisa jadi bensin RON 98? Nah, ini yang masih jadi “kotak hitam”. M. Ikhlas Thamrin menjelaskan prosesnya pakai “mesin ekstraksi” yang dia buat sendiri. Menurutnya, proses ini melibatkan “proses biokimia lima tahap”. Kunci dari semua proses itu adalah apa yang dia sebut sebagai “penyuntikan serum khusus”. Konon, serum rahasia inilah yang mereka klaim mampu mengubah limbah lignoselulosa dari jerami menjadi bahan bakar cair berkualitas tinggi. Tentu saja, formula serum ini mereka rahasiakan rapat-rapat sebagai kekayaan intelektual.

Bobibos Merah vs. Bobibos Putih: Buat Bensin dan Solar

Bobibos nggak cuma buat satu jenis mesin. Mereka langsung merilis dua varian buat menggarap semua segmen pasar:

  • Bikin motor atau mobil kita makin ngacir, ada Bobibos Putih yang diperuntukkan bagi mesin bensin.
  • Buat yang main diesel, ada Bobibos Merah yang dirancang khusus sebagai pengganti solar.

Strategi ini nunjukkin kalau mereka nggak main-main dan pengen langsung jadi pemain besar di pasar energi.

Klaim Gahar yang Bikin Geger: RON 98.1 dan Nyaris Nol Emisi

Bobibos setara RON 98.1 (pertamax turbo) dan Nyaris Nol Emisi

Jualan utama Bobibos tentu ada di spesifikasi teknisnya. Klaimnya nggak main-main dan langsung menyasar segmen premium.

Melampaui Pertamax Turbo: Uji Lab RON 98,1

Ini dia angka saktinya: RON 98,1. Bukan cuma RON 98, tapi ada koma satu (98,1). Angka ini, menurut tim Bobibos dan pendukungnya, berasal dari hasil uji resmi di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi, alias Uji Lemigas. Hebatnya, angka ini bahkan mengejutkan penemunya sendiri. Padahal awalnya, dia cuma nargetin di kisaran RON 92.

Dengan RON 98,1, angka ini memposisikan kualitas Bobibos setara atau bahkan melampaui bensin premium di pasaran, seperti Pertamax Turbo (RON 98). Gila, kan?

Soal Lingkungan: Benarkah Nyaris Nol Emisi?

Selain kencang, tim Bobibos juga menjualnya sebagai bahan bakar “ramah lingkungan”. Klaimnya adalah pembakarannya jauh lebih bersih, lebih efisien, dan mampu menekan emisi gas buang kendaraan “mendekati angka nol”. Mereka mengklaim asapnya bersih dan nggak ada bau khas bahan bakar fosil.

Sementara itu, buat varian diesel (Bobibos Merah), klaimnya nggak kalah mantap. Pasalnya, tim Bobibos menyebut bahan bakar ini punya efisiensi jarak tempuh yang lebih tinggi alias lebih irit kalau dibandingin sama solar konvensional.

Visi Ekonomi Sirkular: Gak Cuma Bensin, Tapi Juga Pakan Ternak!

Bobibos ramah lingkungan karena ekstrak jerami yang juga bisa digunakan jadi pakan ternak

Kalau kamu kira Bobibos ini cuma soal bensin, kamu salah. Visi di baliknya jauh lebih besar lagi. Ini soal ekonomi kerakyatan.

Model “Zero Waste” di Tingkat Desa

Ini yang bikin Bobibos beda. Tim Bobibos nggak cuma jualan bensin. Mereka merancang proses produksinya sebagai sistem zero waste alias ekonomi sirkular. Jadi, dari satu bahan baku limbah (jerami), mereka mengklaim proses ini menghasilkan TIGA produk bernilai:

  1. Bahan Bakar (Bobibos Merah dan Putih)
  2. Pakan Ternak
  3. Pupuk Organik

Ini bukan lagi sekadar pabrik bahan bakar. Ini adalah sebuah biorefinery terdesentralisasi. Model ini secara teori bisa sangat memberdayakan petani. Limbah jerami yang tadinya cuma dibakar, sekarang punya nilai jual. Hasilnya, petani dapat duit dari jual jerami, dan bisa beli lagi pakan ternak dan pupuk organik dari fasilitas yang sama.

Harga Bobibos: Mungkinkah di Bawah Rp 10.000?

Karena bahan bakunya limbah (yang murah atau gratis), mereka bisa menekan harga pokok produksi (HPP) Bobibos gila-gilaan. Menurut klaim M. Ikhlas Thamrin, dari satu hektar sawah (sekitar 9 ton jerami) bisa mereka olah jadi 3.000 liter bahan bakar.

Jelas, harapannya harga Bobibos bisa murah meriah. M. Ikhlas Thamrin menargetkan harga jualnya bisa di bawah Rp 10.000 per liter. Coba bayangin, BBM kualitas RON 98.1 harganya di bawah Pertalite! Selain itu, mereka juga mau memangkas rencana distribusinya. Rencananya adalah membangun “Bobi Boss Mini” di tingkat desa, di mana ibu-ibu PKK pun bisa jadi agen penjual.

Aksi di Lapangan: Uji Coba Bobibos oleh Traktor dan Bus Primajasa

uji coba Bobibos di lapangan ke traktor dan bus primajasa

Tentu saja, klaim tanpa bukti lapangan itu omong kosong. Tim Bobibos sadar betul soal ini. Makanya, mereka langsung tancap gas melakukan serangkaian uji coba publik. Uji coba ini melibatkan tokoh dan perusahaan besar.

Traktor Dedi Mulyadi “Minum” Bobibos di Lembur Pakuan

Salah satu demo yang paling menyita perhatian adalah saat uji coba di Lembur Pakuan, Subang. Nggak tanggung-tanggung, Dedi Mulyadi (Gubernur Jawa Barat saat itu) ikut menyaksikan langsung. Mereka menguji Bobibos (varian diesel) di mesin traktor pertanian. Pertama, tangki solar traktor mereka kosongkan, lalu mereka isi penuh pakai Bobibos. Hasilnya? Kabarnya, traktor “menyala normal” dan bisa beroperasi “mulus” buat membajak sawah. Ini jadi validasi politik yang kuat.

Komitmen Gahar dari PO Primajasa: “Tarikan Enteng, Biaya Turun”

Dukungan paling serius datang dari sektor komersial. H. Amir Mahpud, pemilik PO Primajasa, menyatakan kesiapannya untuk menggunakan Bobibos di seluruh armada bus Primajasa! Ini bukan main-main, lho, ini armada bus besar.

Setelah Uji Coba Bus Primajasa, klaim dari pihak Primajasa adalah “tarikan mesin lebih enteng, suara halus, dan biaya operasional turun”. Uji coba lain di Bogor pada mobil bensin dan truk diesel juga dilaporkan menunjukkan hasil positif. Performanya disebut “responsif”, “lebih bertenaga”, dan tidak ada gejala knocking (ngelitik). Yang paling kelihatan mata, knalpot diesel “tidak ada asap hitam pekat” sama sekali.

Di Sinilah “Kentang”-nya: Tembok Regulasi dan Kata Para Ahli

uji coba panjang para ahli untuk kelayakan Bobibos

Oke, sampai sini kedengarannya sempurna banget, kan? Inovasi keren, bahan baku limbah, RON tinggi, irit, ramah lingkungan, didukung pejabat dan pengusaha. Karena itu, pertanyaannya: kapan kita bisa beli Bobibos di SPBU?

Nah, tunggu dulu. Di sinilah “kentang”-nya nih. Sebab, sektor bahan bakar itu adalah industri yang regulasinya paling ketat di dunia. Tentu saja, ini menyangkut keamanan jutaan mesin dan keselamatan publik. Akibatnya, di sinilah kita menemukan kesenjangan besar antara klaim viral dan fakta regulasi.

Klarifikasi Keras #1: Bobibos ESDM (Resmi: BELUM ADA IZIN EDAR)

Ini adalah fakta paling penting yang harus kamu tahu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagai wasit utama, sudah angkat bicara. Lewat Dirjen Migas, Laode Sulaeman, ESDM menegaskan: Bobibos BELUM MENDAPATKAN SERTIFIKASI IZIN EDAR.

Artinya, masyarakat belum bisa memperjualbelikan BBM Bobibos secara legal. Bahkan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengkonfirmasi bahwa pihaknya masih “mempelajari” produk ini. Jadi, semua klaim bombastis di media itu terjadi sebelum ada lampu hijau resmi dari pemerintah.

Klarifikasi Kritis #2: Beda Uji Lemigas vs Izin Edar

“Lho, tapi kan katanya sudah uji Lemigas? Katanya udah dapet sertifikasi?” Nah, ini dia inti kebingungannya, dan banyak media salah kutip di sini. Pihak Bobibos dan pendukungnya memang menggembar-gemborkan “sertifikasi Lemigas”.

Tapi, ESDM meluruskan ini dengan keras. Faktanya, Laode Sulaeman menjelaskan, yang pihak Bobibos ajukan itu baru “usulan uji laboratorium”, BUKAN “pengajuan sertifikasi”.

Padahal, hasil dari uji lab (seperti Laporan Hasil Uji/LHU) itu BEDA JAUH dengan Sertifikasi Izin Edar Bobibos. Parahnya lagi, ESDM bilang hasil uji lab itu statusnya masih “secret agreement” alias perjanjian tertutup. Jadi, ESDM sendiri belum bisa mempublikasikan atau mengkonfirmasi data RON 98,1 itu.

Klarifikasi Kritis #3: Proses Resmi 8 Bulan

ESDM menegaskan, untuk sebuah BBM baru bisa dapat Izin Edar, prosesnya super panjang dan kompleks. Proses ini butuh waktu minimal 8 BULAN. Proses itu nggak cuma uji lab. Sebaliknya, juga harus lolos uji performa, uji lapangan, dan yang paling penting: uji ketahanan mesin jangka panjang.

Klarifikasi Kritis #4: Kata Dosen ITB Bobibos (Soal Keamanan Mesin)

Bukan cuma regulator, akademisi juga menyuarakan kekhawatiran soal keamanan mesin. Contohnya, Dosen ITB, Tri Yuswidjajanto Zaenuri, ikut angkat bicara.

Poin penting dari beliau adalah: jangan asal tuang! Menurutnya, uji traktor “menyala normal” sehari itu nggak membuktikan apa-apa. Justru, perlu ada uji yang jauh lebih komprehensif:

  • Perlu uji ketahanan jangka panjang (misalnya uji jalan 1.000 km).
  • Perlu dyno test (uji performa mesin) yang terukur.
  • Perlu uji emisi yang terstandar (misal standar Euro 4). Klaim “nol emisi” tidak bisa cuma kita lihat pakai mata knalpotnya nggak ngebul.
  • Dan ini yang paling ngeri: Risiko kompatibilitas material. Bahan bakar nabati (biofuel) (yang kemungkinan besar ada di Bobibos, entah etanol atau lainnya) punya sifat kimia yang beda dari bensin fosil. Biofuel punya kandungan oksigen yang bisa jadi bersifat korosif. Atau, bisa jadi nggak kompatibel dengan material di mesin kita, terutama di motor atau mobil lama. Risikonya? Seal karet bisa getas, selang bensin bisa bocor, atau injektor bisa mampet.

Maka dari itu, inilah alasan teknis kenapa ESDM butuh waktu uji minimal 8 bulan itu. Keamanan mesin kita taruhannya.

Tawaran Jembatan Ilmiah dari BRIN

Di tengah perdebatan panas ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersikap adem. BRIN menyatakan siap membantu. Mereka siap berkoordinasi dengan tim Bobibos untuk “menelaah produk dan proses riset”. Tujuannya buat “memastikan validitas ilmiah” dari proses “kotak hitam” dan “serum” tadi. Singkatnya, BRIN bisa jadi jembatan penting untuk membuktikan klaim Bobibos secara ilmiah, sebelum akhirnya maju ke ESDM untuk izin edar.

Analisis Exmotoride: Bobibos di Peta Transisi Energi

bobibos adalah BBM alternatif yang ramah lingkungan

Oke, jadi Bobibos ini inovasi brilian yang nabrak tembok regulasi. Lalu, gimana kita di Exmotoride melihat fenomena ini dalam konteks yang lebih luas, terutama buat dunia motoran kita?

Jalur Biofuel vs. Jalur EV: Pertarungan Infrastruktur

Kamu sadar kan, pemerintah lagi gencar banget soal bikin udara bersih? Saat ini, Indonesia lagi lari di dua jalur: Elektrifikasi (EV) dan Biofuel. Di satu sisi, pemerintah lagi menggaspol jalur EV (motor listrik, mobil listrik). Pemerintah dan PLN gila-gilaan bangun infrastruktur baru dari nol. Contohnya, ribuan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai (SPBKLU). Ini proyek padat modal yang super mahal.

Nah, di sinilah letak keunggulan terbesar jalur Biofuel (kayak Bobibos). Sebab, biofuel cair itu sifatnya “infrastruktur-ringan”. Maksudnya? Kalau aja Bobibos lolos regulasi dan terbukti aman, dia nggak butuh infrastruktur baru. Sebaliknya, dia bisa “nebeng” di infrastruktur SPBU yang udah ada di seluruh pelosok Indonesia. Ini adalah solusi “drop-in” yang jauh lebih murah dan cepat buat 120 juta lebih motor yang udah ada di jalanan. Jelas, ini bagian dari Teknologi Roda 2 masa depan.

Analisis “Well-to-Wheel”: Jerami vs Baterai vs Sawit

Ini analisis yang lebih dalam lagi, nih. Buat ngukur dampak lingkungan, kita nggak bisa cuma lihat emisi knalpot (disebut Tank-to-Wheel). Sebaliknya, kita harus lihat emisi dari produksinya juga (Well-to-Tank). Totalnya disebut Well-to-Wheel (WTW).

Di Indonesia, ini jadi menarik:

  • Motor Listrik (EV): Emisi knalpotnya nol. Tapi emisi WTW-nya (produksi listrik buat ngecas) masih tinggi. Kenapa? Karena listrik kita mayoritas masih dari PLTU Batu Bara.
  • Biodiesel (Sawit): Program B40/B50 juga punya emisi WTW yang signifikan. Ini terkait isu perubahan lahan (deforestasi) untuk kebun sawit.
  • Bobibos (Jerami): Nah, secara teoritis, Bobibos punya profil emisi WTW paling bersih. Kenapa? Karena bahan bakunya adalah limbah, bukan tanaman yang sengaja ditanam dengan buka lahan baru. Dia justru memberi nilai tambah pada limbah pertanian.

Artinya, jika klaim teknisnya terbukti, Bobibos berpotensi jadi salah satu solusi paling bersih dan paling realistis buat Indonesia. Bahkan, setidaknya dalam jangka pendek-menengah, bisa jadi lebih bersih dari EV (selama listriknya masih batu bara).

Jadi, Gimana Nasib Motor Kita? Bobibos Ini Sensasi atau Masa Depan?

Bobibos adalah solusi bahan baklar masa depan

Setelah membongkar semua faktanya, kesimpulan Exmotoride jelas, nih. Bahan Bakar Bobibos adalah sebuah inovasi “Energi Merah Putih” yang LUAR BIASA brilian dan sangat menjanjikan. Visi mengubah limbah jerami menjadi bahan bakar berkualitas super (RON 98.1) dengan model ekonomi sirkular adalah terobosan yang sangat dibutuhkan Indonesia.

TAPIII… (dan ini tapi yang besar) inovasi ini sekarang sedang berhadapan langsung dengan “tembok” regulasi yang nggak bisa ditawar. Akibatnya, realitas di sektor yang mempertaruhkan keamanan publik ini, narasi media dan uji coba traktor saja nggak cukup.

Fakta hukumnya per hari ini adalah: Bobibos BELUM MEMILIKI IZIN EDAR. Klaim “sertifikasi Lemigas” yang beredar itu terbukti merupakan kesalahpahaman (atau strategi marketing). Sebab, itu hanya “laporan hasil uji lab” (yang datanya bahkan masih tertutup) dan bukan “izin edar” resmi dari ESDM.

Jalan ke depan buat Bobibos cuma satu: transparansi. Nggak bisa lagi main “serum rahasia” atau “kotak hitam”. Sebaliknya, mereka harus secara proaktif membuka data dan proses mereka ke BRIN untuk divalidasi secara ilmiah. Setelah itu, mereka harus patuh menempuh proses 8 bulan di ESDM.

Ini semua untuk membuktikan bahwa Bobibos bukan cuma bertenaga, tapi juga aman buat mesin motor kita dalam jangka panjang. Jelas, kita di Exmotoride 100% dukung inovasi anak bangsa, tapi safety first, ya. Jangan sampai niat hati mau irit RON 98 harga murah, eh malah turun mesin! Kita tunggu kabar baiknya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini