Gaya “klasik” emang nggak ada matinya. Khususnya di dunia otomotif, tren ini makin kencang aja. Akibatnya, banyak banget orang yang kesengsem sama desain motor yang jujur, simpel, dan punya karakter kuat, beda banget sama motor-motor modern yang serba runcing. Oleh karena itu, nggak heran kalau pencarian motor klasik yang masih diminati terus naik.
Akan tetapi, buat kamu yang pengen menikmati gaya ini, ada dua “jalan ninja” yang bisa kamu tempuh. Misalnya, jalan pertama adalah membeli dan merawat motor tua asli (kita sebut aja vintage), yang butuh kesabaran dan cinta ekstra. Sementara itu, jalan kedua adalah mengambil jalan pintas: membeli motor baru dengan teknologi modern tapi dengan balutan desain lawas (kita sebut retro modern). Memang, dua-duanya punya pesona, tapi juga punya konsekuensi yang beda jauh.
Oleh sebab itu, Exmotoride di sini buat mengupas tuntas kedua jalan ini, biar kamu nggak salah pilih. Nantinya, kita bakal bedah gacoan-gacoan di tiap kubu, dari yang paling gampang dirawat sampai yang paling butuh perhatian.
Aliran Jalur Retro Modern: Klasik Tanpa Repot

Jujur saja, ini adalah pilihan paling logis buat kamu yang pengen gaya klasik tapi nggak mau repot urusan bengkel, mogok, atau cari *spare part* langka. Sebab, kubu motor retro modern menawarkan motor baru dari dealer, lengkap dengan garansi, teknologi injeksi (kebanyakan), starter elektrik, dan keandalan motor baru. Hasilnya, kamu tinggal isi bensin, gas, dan nikmati gayanya.
1. Kawasaki W175 Series: Kanvas Modifikasi Paling Otentik

Bicara soal retro modern di Indonesia, kita harus sebut Kawasaki W175. Alasannya, motor ini adalah representasi paling otentik dari motor Inggris klasik era 60-an. Lebih lanjut, desainnya bener-bener “motor” banget: tangki membulat, lampu bulat, jok lurus, dan spakbor besi.
Selain itu, W175 jadi sangat populer karena harganya yang relatif terjangkau di kelas motor hobi. Terlebih lagi, yang paling penting, motor ini adalah “kanvas” modifikasi yang sempurna. Contohnya, mau kamu ubah jadi bratstyle, cafe racer, atau scrambler, semuanya “masuk”. Bukan hanya itu, sebagian purist juga menyukai mesinnya yang masih pakai karburator (di sebagian besar varian awal) karena kangen sensasi mesin konvensional. Meskipun seri W lainnya seperti W250 (dulu Estrella) atau W800 sudah tidak lagi dijual resmi, W175 tetap jadi raja di segmen ini.
- Konfigurasi: 1-Silinder, 177cc, SOHC, Pendingin Udara
- Bobot Isi: 126 kg
- Tenaga: 9.6 kW (13 PS / 12.8 HP) @ 7500 rpm
- Torsi: 13.2 Nm @ 6000 rpm
- Power-to-Weight Ratio: Sekitar 0.0761 kW/kg
2. Yamaha XSR 155: Perpaduan Warisan dan Teknologi Modern

Ini dia jawaban Yamaha di segmen retro. Tepatnya, Yamaha XSR 155 masuk dalam keluarga “Sport Heritage”, yang artinya motor ini mengambil warisan desain klasik Yamaha tapi Yamaha membenamkan teknologi balap modern di dalamnya. Lihat aja, tampilannya klasik dengan tangki membulat dan jok model “roti”, tapi lihat ke bawah: sasis Deltabox kokoh, suspensi depan Up-Side Down (USD), dan lengan ayun aluminium.
Jantungnya adalah mesin 155cc LC4V yang identik dengan R15 dan Vixion R, lengkap dengan teknologi VVA (Variable Valve Actuation). Hasilnya? Tenaga paling buas di kelasnya. Singkatnya, XSR 155 adalah pilihan sempurna buat kamu yang mau tampilan klasik tapi nggak mau kompromi soal performa dan handling modern.
- Konfigurasi: 1-Silinder, 155cc, SOHC, VVA, Pendingin Cairan
- Bobot Isi: 134 kg
- Tenaga: 14.2 kW (19.3 PS / 19 HP) @ 10000 rpm
- Torsi: 14.7 Nm @ 8500 rpm
- Power-to-Weight Ratio: Sekitar 0.1059 kW/kg
3. Royal Enfield Classic 350: Sensasi “Getaran” Klasik Sejati

Nah, kalau kamu cari sensasi berkendara yang benar-benar “klasik”, Royal Enfield adalah jawabannya. Sebab, merek ini konsisten mempertahankan desain dan *feel* berkendara motor Inggris pasca-perang. Sebagai buktinya, Classic 350 terbaru kini hadir dengan platform mesin J-series yang lebih modern, minim getaran (dibanding versi lama), tapi tetap mempertahankan karakter *thumping* (suara “jedug”) khas 1-silinder langkah panjang.
Semuanya terbuat dari besi, kokoh, dan berat, sehingga memberikan sensasi “motor laki” yang mantap di jalan. Perlu diingat, ini bukan motor buat ngebut, tapi buat menikmati perjalanan.
- Konfigurasi: 1-Silinder, 349cc, SOHC, Pendingin Udara-Oli
- Bobot Isi: 195 kg
- Tenaga: 14.87 kW (20.2 PS / 19.9 HP) @ 6100 rpm
- Torsi: 27 Nm @ 4000 rpm
- Power-to-Weight Ratio: Sekitar 0.0762 kW/kg
4. Benelli Motobi 200: Cruiser Klasik Harga Kompetitif

Merek Italia-Tiongkok ini menawarkan sesuatu yang beda: motor retro bergaya cruiser ala Harley-Davidson, tapi dengan harga yang sangat kompetitif. Oleh karena itu, ini bisa jadi pilihan motor klasik murah bagi sebagian orang. Benelli Motobi 200 punya posisi duduk rendah, setang lebar, dan suara knalpot gahar dari sananya. Bahkan, tampilannya bener-bener “moge-look” walau mesinnya 200cc. Ini adalah pilihan alternatif buat kamu yang mau tampil beda dan gagah di jalan.
- Konfigurasi: 1-Silinder, 197cc, SOHC, Pendingin Oli
- Bobot Isi: 156 kg (versi EFI)
- Tenaga: 9.6 kW (13 PS / 12.9 HP) @ 7500 rpm
- Torsi: 13.9 Nm @ 6000 rpm
- Power-to-Weight Ratio: Sekitar 0.0615 kW/kg
5. Benelli Panarea 125: Skuter Retro Pesaing Vespa

Nggak cuma motor batangan, gaya retro juga merambah segmen Matic. Contohnya, Benelli Panarea 125 hadir sebagai skuter retro dengan desain yang sangat kental nuansa Italia-nya, jelas-jelas menantang dominasi Vespa matic. Selain itu, dengan harga yang jauh lebih terjangkau, Panarea menawarkan desain yang stylish, lampu-lampu LED modern, dan kepraktisan sebuah skuter untuk harian.
- Konfigurasi: 1-Silinder, 125cc, SOHC, Pendingin Udara
- Bobot Isi: 104 kg
- Tenaga: 6.3 kW (8.5 PS / 8.4 HP) @ 7500 rpm
- Torsi: 9.2 Nm @ 6000 rpm
- Power-to-Weight Ratio: Sekitar 0.0605 kW/kg
Aliran Jalur Vintage Sejati: Merawat Mesin Bersejarah

Ini adalah “jalan suci” bagi para purist. Artinya, memilih motor vintage berarti kamu nggak cuma membeli motor, tapi kamu “mengadopsi” sejarah. Tentu saja, jalan ini butuh komitmen. Kamu harus siap tangan kotor, nongkrong di bengkel spesialis, berburu spare part, dan kadang-kadang harus mendorong motor mogok. Akan tetapi, sensasi, kebanggaan, dan koneksi antara kamu dan mesinnya adalah sesuatu yang nggak bisa kamu beli dari motor baru.
6. Honda CB100: Si “Dilan” yang Abadi

Jauh sebelum ada film “Dilan”, Honda CB100 sudah jadi legenda. Pasalnya, motor ini adalah ikon kebangkitan motor sport Jepang di Indonesia. Desainnya yang simpel, ramping, dan abadi membuatnya jadi motor klasik “sejuta umat”. Kemudian, popularitasnya meledak lagi berkat film, membuat harga bahan (motor kondisi seadanya) dan motor restorasinya meroket. Untungnya, merawat CB100 sekarang lebih mudah karena banyak part repro dan kanibalan dari motor Honda lebih muda (seperti GL series).
7. Kawasaki KZ200 (Binter Merzy): Ikon Sport Touring Klasik

Di era ketika motor sport masih didominasi mesin kecil, Kawasaki KZ200 atau yang akrab orang sapa “Binter Merzy” hadir sebagai ikon kemewahan. Dengan mesin 200cc, motor ini adalah raja jalanan pada masanya. Tak hanya itu, bodinya yang gagah, jok tebal, dan mesin bertenaga menjadikannya ikon motor sport touring klasik di Indonesia. Sampai sekarang, komunitasnya masih sangat kuat dan solid.
8. Vespa Klasik (PX, Super, Sprint): Ikon Gaya Hidup Lintas Generasi

Bicara klasik, nggak lengkap tanpa menyebut Vespa. Sebab, ini bukan sekadar motor, ini adalah lifestyle. Baik itu seri PX, Super, atau Sprint, skuter Italia ini punya pesona abadi. Bodi “semok” dari besi, suara mesin 2-tak yang khas, dan posisi tuas kopling di tangan kiri jadi ciri khasnya. Memang, merawat Vespa klasik itu unik, butuh kesabaran ekstra, tapi ikatan persaudaraan antar penggunanya (“salam mesin kanan”) adalah salah satu yang terkuat di dunia otomotif.
Tabel Perbandingan: Retro Modern vs. Vintage Sejati

Masih bingung nentuin pilihan? Kalau begitu, coba lihat tabel perbandingan jujur dari Exmotoride ini. Ini adalah rangkuman dari semua plus minus kedua jalan yang kita bahas di atas.
| Aspek Perbandingan | Retro Modern (Contoh: XSR 155, W175) | Vintage Sejati (Contoh: CB100, Binter) |
|---|---|---|
| Keandalan & Kepraktisan | Sangat tinggi. Motor baru, injeksi, starter elektrik. Tinggal gas, minim mogok. | Rendah. Motor tua, butuh pemanasan, sering ada aja masalah kecil. Mogok adalah bagian dari seni. |
| Perawatan | Mudah dan murah. Bengkel resmi mana aja bisa. Spare part baru melimpah. | Susah dan mahal. Butuh bengkel spesialis. Spare part langka, sering kanibal atau repro. |
| Biaya Awal | Pasti (sesuai harga OTR dealer). Bisa dicicil. | Sangat bervariasi. Bisa murah (dapat “bahan”), bisa sangat mahal (restorasi orisinal). |
| Sensasi Berkendara | Halus, presisi, bertenaga (untuk XSR), minim getaran. Seperti motor modern pada umumnya. | Penuh karakter. Getaran mesin terasa, suara knalpot unik, handling “jujur”. Ada koneksi mekanis. |
Kamu Tim Mana: Klasik Repot atau Retro Modern?

Pada akhirnya, memilih motor klasik yang masih banyak orang minati itu soal pilihan personal. Nggak ada yang benar atau salah. Sebagai contoh, kalau kamu adalah orang yang praktis, butuh motor buat harian, tapi pengen tampil beda dan gaya, jalan Naked Bike retro modern adalah jawaban paling sempurna. Alasannya, ini adalah cara “aman” dan bebas repot menikmati estetika klasik.
Sebaliknya, kalau kamu adalah seorang “romantis”, punya waktu luang, menikmati proses merawat mesin, dan mencari koneksi yang lebih dalam dengan motor, jalan vintage sejati akan memberikan kepuasan batin yang tak ternilai. Ini adalah bagian dari Wawasan Roda 2 yang harus kamu pahami sebelum memutuskan.
Jadi, setelah melihat semua rekomendasi motor retro di atas, kamu tim mana? Tim #RetroAntiRepot atau Tim #VintagePenuhCerita? Tulis pilihanmu di kolom komentar!







