Kalau kamu menyebut tiga julukan ini, semua biker Indonesia pasti tahu kita bicara soal motor apa: “Raja Jalanan,” “Si Asap Jahat,” atau yang paling sangar, “Motor Jambret.” Ya, cuma satu motor yang pantas menyandang semua gelar itu: Yamaha RX-King.
Di balik reputasinya yang liar dan suaranya yang cempreng memekakkan telinga, RX-King adalah sebuah mahakarya rekayasa 2-tak yang dicintai lintas generasi. Motor ini bukan sekadar alat transportasi, tapi simbol status, gairah, dan sedikit “kenakalan” yang melegenda. Kali ini, Exmotoride akan mengupas tuntas sejarah Yamaha RX-King dari akarnya hingga menjadi pusaka yang harganya terus meroket.
Akar Keluarga RX: Sebelum Sang Raja Lahir

Kisah sang Raja nggak dimulai begitu saja. Ia adalah puncak evolusi dari keluarga RX yang sudah lebih dulu mengaspal di Indonesia. Sebelum era RX-King, Yamaha sudah punya jagoan seperti RX100 dan RX125. Namun, yang paling penting sebagai pendahulu langsung adalah RX-K.
RX-K hadir sebagai motor sport impor (CBU) yang punya desain gagah dan mesin 135cc yang bertenaga. Performanya yang buas di zamannya langsung mencuri perhatian. Kesuksesan RX-K inilah yang meyakinkan Yamaha untuk mengembangkan penerus yang diproduksi secara lokal, sebuah motor yang dirancang khusus untuk “menguasai” jalanan Indonesia. Inilah awal mula dari sebuah catatan sejarah otomotif besar.
Kelahiran Sang Raja: Era RX-King Cobra

Inilah generasi pertama dan paling legendaris yang jadi cetak biru kesuksesan sang Raja. Diluncurkan pertama kali di era 80-an, motor ini langsung menggebrak pasar dengan desain, teknologi, dan performa yang jauh melampaui zamannya.
Asal-usul Julukan “Cobra”
Banyak yang bertanya, kenapa generasi pertama ini dijuluki RX King Cobra? Jawabannya sederhana dan jenius: lihat saja bentuk stang (setir) jepitnya. Desain stang orisinalnya yang sedikit menekuk ke atas dan maju, jika dilihat dari samping, benar-benar mirip leher ular Kobra yang siap menerkam. Julukan ini langsung melekat dan melegenda hingga hari ini.
Spesifikasi Brutal Sang Legenda
Inilah jantung dari reputasi “Raja Jalanan”. Di saat motor lain masih berkutat di 100-125cc, RX-King Cobra datang dengan spesifikasi gokil:
- Mesin: 132cc (dibulatkan 135cc), 2-tak, berpendingin udara
- Tenaga Kuda (Power): 18,5 PS (setara 13,57 KW atau 18,2 HP) pada 9.000 RPM
- Torsi Puncak: 15,1 Nm (1,54 kgf.m) pada 8.000 RPM
- Bobot Isi: Sekitar 100 kg
Angka-angka itu mungkin terlihat biasa untuk standar sekarang. Tapi di era itu, ini adalah spesifikasi monster. Coba kita hitung Power-to-Weight Ratio (PWR) motor ini: 18,2 HP dibagi 100 kg, hasilnya adalah 0,182 HP/kg. Ini adalah angka PWR yang sangat buas, menjelaskan kenapa akselerasi RX-King begitu “ngejambak” dan spontan.
Teknologi Canggih: Yamaha Energy Induction System (YEIS)
Bukan cuma kencang, RX-King Cobra juga dibekali teknologi pintar bernama YEIS (Yamaha Energy Induction System). Ini adalah sebuah tabung “cadangan” yang terhubung antara karburator dan membran, berfungsi menyimpan sementara campuran bahan bakar dan udara.
Saat putaran mesin rendah (langsam), campuran ini disimpan. Begitu gas ditarik mendadak (akselerasi), campuran di tabung YEIS ikut terisap ke ruang bakar. Hasilnya? Akselerasi jadi lebih padat dan responsif tanpa gejala “batuk” atau lag. YEIS juga membantu efisiensi bahan bakar di putaran rendah, sebuah inovasi brilian untuk motor bakar dua langkah yang terkenal boros.
Evolusi Sang Raja: Dari Master Hingga Generasi Terakhir

Kesuksesan Cobra nggak membuat Yamaha berhenti berinovasi. Sang Raja terus berevolusi untuk menyesuaikan diri dengan regulasi dan selera pasar yang terus berubah. Walaupun sering disebut “ganti striping”, ada perubahan teknis dan fungsional yang penting di setiap eranya.
Era RX King Master

Memasuki era 90-an, lahirlah generasi yang dikenal sebagai RX King Master. Secara spesifikasi mesin di atas kertas, ia masih identik dengan Cobra (tetap 18,5 PS), namun ada perubahan penting.
Secara tampilan, selain striping baru yang lebih modern, perubahan paling kentara adalah desain footstep boncenger yang kini terpisah dari swingarm (lengan ayun). Ini membuatnya lebih nyaman bagi pembonceng. Di bagian “jeroan”, kode blok mesin yang legendaris, Y-1 atau Y-2 (dipercaya sebagai buatan Jepang), perlahan digantikan oleh blok mesin seri YP (buatan Indonesia). Meski banyak fans fanatik bilang blok Y-1/Y-2 lebih “jahat”, blok YP terbukti tetap tangguh dan kencang.
Generasi “New” dan Akhir Era SI Jet Darat

Perubahan paling radikal terjadi di akhir era 90-an hingga 2000-an. Regulasi emisi yang semakin ketat memaksa Yamaha melakukan penyesuaian besar. Inilah era “New” RX-King.
Desain lampu depan yang ikonik bulat diganti dengan model kotak (oval) yang lebih modern (walaupun banyak yang bilang kurang “Raja”). Tak lama kemudian, desain lampu bulat kembali lagi. Namun, perubahan paling vital ada di knalpot. Untuk memenuhi standar emisi Euro, Yamaha terpaksa menyematkan catalytic converter.
Komponen ini “membersihkan” gas buang, tapi efek sampingnya adalah performa yang benar-benar tercekik dan suara knalpot yang jadi kurang cempreng. Secara spesifikasi, tenaganya turun menjadi sekitar 18,2 PS (dari 18,5 PS) dan torsinya juga sedikit berkurang. Ini adalah harga yang harus dibayar untuk “lulus” uji emisi, sebelum akhirnya disuntik mati.
Tabel Perbandingan Evolusi RX-King

Biar nggak bingung, ini dia rangkuman perbedaan utama spesifikasi dan tampilan dari generasi ke generasi yang paling ikonik:
| Generasi | Ciri Khas Tampilan | Spesifikasi Mesin (Tenaga/Torsi) |
|---|---|---|
| RX-King Cobra | Stang jepit unik (mirip leher kobra), footstep boncenger menyatu dengan swingarm. | 18,5 PS @ 9.000 RPM / 15,1 Nm @ 8.000 RPM (Blok Y-1/Y-2) |
| RX-King Master | Striping baru, footstep boncenger terpisah dari swingarm. | 18,5 PS @ 9.000 RPM / 15,1 Nm @ 8.000 RPM (Blok YP) |
| New RX-King | Lampu depan sempat kotak (oval), lalu bulat lagi. Knalpot dengan catalytic converter (leher lebih besar). | ~18,2 PS @ 9.000 RPM / Torsi sedikit turun (karena catalytic) |
Mengapa Legenda RX King Begitu Dicintai?

Kenapa setelah puluhan tahun, motor ini tetap dipuja? Padahal teknologinya sudah kuno dan asapnya (tergantung setelan oli samping) bisa bikin satu RW batuk. Jawabannya ada pada empat faktor utama yang membentuk jiwanya.
1. Performa Brutal dan Akselerasi Spontan
Ini adalah alasan utamanya. Sensasi tarikan “jambakan setan” RX-King di putaran bawah hingga menengah nggak bisa ditandingi motor 4-tak sekelasnya, bahkan hingga hari ini. Bagi pencari kecepatan, RX-King adalah candu.
2. Desain Abadi yang Tak Lekang Waktu
RX-King adalah definisi kesederhanaan yang fungsional. Tangki kotak yang gagah, sasis tubular yang terekspos, mesin 2-tak yang padat, dan jok yang simpel. Nggak ada bodi aneh-aneh. Desain murni inilah yang membuatnya terlihat gagah dan tak lekang oleh waktu, sebuah cetak biru motor naked bike sejati.
3. Surga Modifikasi dan Suku Cadang Melimpah
RX-King adalah kanvas kosong bagi para modifikator. Mesinnya sangat mudah untuk “dioprek.” Mau dibikin kencang untuk balap, dibikin klimis untuk kontes, atau direstorasi orisinal, semua bisa. Hebatnya lagi, ketersediaan suku cadang (dari orisinal, KW, hingga aftermarket) sangat melimpah ruah, membuatnya mudah dirawat.
4. Simbol Status: Kejantanan dan “Kenakalan”
Di sinilah letak magisnya. RX-King adalah simbol. Di satu sisi, ia adalah simbol kejantanan dan kegagahan. Di sisi lain, ia tak bisa lepas dari reputasi “liar”. Akselerasinya yang cepat membuatnya sering disalahgunakan untuk aksi kriminal, sehingga lahirlah julukan legendaris motor jambret. Paradoks antara “pahlawan” dan “penjahat” inilah yang membuatnya begitu karismatik.
Legenda Abadi Si Raja Jalanan

Saat ini, legenda RX King telah bertransformasi. Dari motor harian yang “disiksa” di jalanan, ia kini menjadi motor koleksi (collector’s item) yang diburu. Harga unit yang masih dalam kondisi orisinal (“NOS” atau New Old Stock) bisa menembus angka ratusan juta rupiah, lebih mahal dari mobil baru.
Harga yang meroket ini didukung oleh komunitasnya yang luar biasa solid di seluruh penjuru Indonesia. Klub-klub RX-King tersebar di mana-mana, menjaga agar asap dan deru mesin 2-tak sang Raja tetap hidup. Mereka merawat motornya seperti anak sendiri, membuktikan bahwa cinta mereka pada sang Raja tidak main-main.
Deru Mesin Cempreng dan Ngebul yang Takkan Pernah Padam

Yamaha mungkin telah menghentikan produksinya, tapi mereka gagal “membunuh” RX-King. Sang Raja menolak untuk mati. Ia hidup dalam bentuk restorasi yang mulus, dalam mesin-mesin oprekan yang meraung di lintasan balap, dan dalam hati setiap biker yang merindukan sensasi akselerasi murni.
Pada akhirnya, sejarah Yamaha RX-King bukan cuma soal spesifikasi atau angka penjualan. Ini adalah sejarah tentang sebuah mesin yang menyatu dengan budaya, gairah, dan adrenalin masyarakat Indonesia. Meskipun produksinya telah berhenti, deru mesin cemprengnya akan selamanya bergema di jalanan Indonesia. Motor ini adalah salah satu motor 2-tak legendaris Indonesia yang takkan pernah terganti.
Kamu salah satu “owner” RX-King yang bangga? Coba bagikan foto motor kebanggaanmu di media sosial dan tag Exmotoride!







