Kita akan membahas Power to weight ratio, atau kita singkat saja PWR. PWR ini adalah suatu cara untuk mengukur performa dari motor. Kenapa bisa begitu? Tentu saja performa motor sangat tergantung dari tenaga mesin untuk mendorong beban. Nah, beban yang dimaksud adalah beban motor itu sendiri, di luar bobot ridernya.
Secara “harfiah”, pengertian PWR adalah perbandingan dari power (tenaga) motor jika kita bandingkan dengan bebannya. Berarti, cara menghitungnya cukup mudah. Ya, kalian hanya perlu membagi besarnya power motor dengan bobotnya. Kalian bisa melihat datanya di spesifikasi pabrikan untuk setiap jenis sepeda motor.
Patokan Power To Weight Ratio (PWR) untuk Mengukur Performa Motor

Sebagai contoh, admin akan membandingkan tiga motor di kelas sport 150cc. Ketiganya berasal dari pabrikan Honda, Yamaha dan Suzuki. Motor yang admin maksud adalah Honda CBR150R, Yamaha YZF R15, dan Suzuki GSXR 150.
Pada setiap data on crank (data pabrikan), power ketiga motor ini masing-masing adalah:
- 16,9 HP untuk CBR 150R dengan berat 137 kg,
- 19 HP untuk YZF R15 dengan berat 137 kg dan
- 18,9 HP untuk GSXR 150 dengan berat mencapai 131 kg.
Maka, menurut data tersebut, kita bisa mendapatkan PWR dengan membagi berat motor dengan powernya. Hasilnya adalah 8,11 kg / 1 HP untuk CBR 150R, 7,21 kg / 1 HP untuk R15, dan 6,93 kg / 1 HP untuk GSXR 150.
Hasil PWR ini menyimpulkan bahwa CBR 150R memiliki performa paling rendah di antara keduanya. Kemudian, yang menarik adalah GSXR 150 menjadi yang terbaik, meskipun di atas kertas powernya di bawah R15. Hal ini karena bobot GSXR yang paling ringan. Kalian bisa buktikan prediksi PWR ini dengan keadaan sebenarnya, asalkan ketiga motor tadi masih standar pabrikan.
Hal yang Harus Diperhatikan Pada Pengukuran Power To Weight Ratio

Ada banyak hal yang harus kalian perhatikan saat menggunakan metode PWR ini. Alasan kuatnya adalah untuk membuat perbandingan PWR ini tetap valid. Apalagi, tipe dan jenis motor sangat beragam.
Beberapa hal yang harus kalian perhatikan antara lain:
1. Usahakan Harus Motor yang Satu Kelas
Metode PWR ini cukup akurat jika kalian gunakan untuk membandingkan motor yang satu kelas. Misalnya, kelas motor sport dengan sport, naked dengan naked, atau matic dengan matic.
Kenapa begitu? Berdasarkan pengalaman admin, hasil PWR motor naked biasanya lebih baik dari motor sport. Hal ini karena pengaruh fairing yang cukup menambah beban.
Contohnya, jika kalian membandingkan R15 dengan Vixion R, keduanya punya power sama di 19 HP. Tapi, bobot Vixion R lebih ringan di 131 Kg. Dengan demikian, PWR-nya sebesar 6,89 kg / 1 HP dan jelas lebih baik dari R15.
Padahal, pada kenyataannya fairing sangat mempengaruhi performa. Sebab, aerodinamika fairing mampu memanfaatkan hambatan angin menjadi keuntungan.
2. Hitung Power Loss Untuk Sistem Penggerak Roda Matic
Ini hal yang umumnya banyak dari kalian tidak tahu (tapi bagus jika sudah tahu). Motor matic mempunyai “power loss” atau tenaga yang hilang cukup besar. Penyebabnya adalah sistem penggerak rodanya. Motor matic memakai sistem penggerak roda berupa belt, yang power loss-nya sebesar 20% atau lebih.
Sedangkan motor sport atau manual umumnya menggunakan rantai. Rantai memiliki power loss terkecil, sekitar 5% hingga 10%, bahkan ada yang hanya 2%. Jadi, untuk membandingkan matic dengan motor sport, kalian harus kurangi dulu power mesin matic dengan selisih tersebut.
Jika ingin membandingkannya, kalian bisa menentukan 12,5% pengurangan tenaga untuk matic. Angka 12,5% ini dari mana? Begini, 12,5% didapat dari selisih power loss. Rata-rata power loss rantai adalah 7,5% (dari 5% + 10% dibagi 2). Lalu, 20% power loss matic kita kurangi 7,5%, hasilnya 12,5%.
Ini hanya teori yang admin gunakan untuk mempermudah perbandingan, jadi tidak usah kalian jadikan patokan pasti. Catatannya, data yang kita ambil adalah data pabrikan.
3. Pengujian PWR Harus Relevant Antara “Power On Crank” atau “Power On Wheel”
Kalian pastinya sering menemukan kasus ini. Data power motor di atas kertas (pabrikan) hasilnya pasti berbeda jika kita uji menggunakan dynamo meter. Apa yang menyebabkannya? Ternyata, perbedaannya terletak pada apa yang diukur.
Sebagai contoh, pada data power on crank pabrikan, R15 tertulis 19 HP. Tapi, ketika diuji dyno, ternyata powernya hanya 16,33 HP saja.
Dengan melihat hasil di atas, kita bisa simpulkan bahwa ada perbedaan antara power on crank dan power on wheels. Power on crank (data pabrikan) itu hanya menguji mesinnya saja. Sedangkan power on wheels (dyno test) menghitung berdasarkan perputaran roda.
Jadi, dynamo meter sudah menghitung power loss dari mesin ke roda. Power loss ini bisa berasal dari sistem penggerak, material penggerak, oli mesin, dan hal lain yang menghambat power mesin R15.
Sampai di sini mengerti ya. Data on crank tidak bisa kalian bandingkan dengan data on wheels. Jika berniat membandingkan, harus relevan: on crank dengan on crank, on wheel dengan on wheel.
Ada keunggulan dari power on wheels. Jika kalian membandingkan matic melawan motorsport pakai dyno, kalian tidak perlu lagi menghitung power loss. Sebab, alat dyno sudah mengukurnya secara otomatis.
PWR Membuktikan Besarnya Kubikasi CC Mesin Tidak Menjamin Performanya

Ada banyak hal menarik yang mungkin sebagian dari kalian belum tahu. Salah satunya, besarnya kubikasi mesin ternyata tidak menjamin performa lebih baik. Kenapa? Karena bukan hanya tenaga, berat motor pun ikut mempengaruhi.
Admin ambil contoh Honda Vario 160 (15,2 HP) jika kita bandingkan dengan XMAX (22,5 HP). Secara kubikasi, Vario 160 jelas jauh di bawah XMAX 250 (begitu juga harganya ya, selisihnya keterlaluan).
Faktanya, bobot Xmax 250 ini sangat berat, mencapai 179 kg. Sementara itu, Vario hanya 115 kg saja. Dari hasil perhitungan, PWR keduanya ternyata sama-sama di angka 8,65 hp / 1 kg. Melihat hal ini, kita bisa prediksi performa kecepatan kedua motor ini imbang (meskipun torsi XMAX tetap lebih “badak”).
Lalu, coba kalian bandingkan XMAX 250 dengan motor manual yang CC-nya di bawah. Admin ambil contoh Yamaha Vixion (149,8 cc, 16,4 HP, bobot 132 kg). Ternyata, setelah kita kalkulasi dengan power loss, PWR Vixion lebih unggul dengan nilai 8,05 kg / 1 HP.
Dengan demikian, bisa kita prediksi Xmax 250 ini bukan tandingan Yamaha Vixion di jalanan, meskipun XMAX mengusung mesin 250cc.
Power To Weight Ratio Sebagai Acuan Melakukan Upgrade Performa Motor

Salah satu manfaat memahami PWR ini adalah sebagai acuan untuk meningkatkan performa motor kesayangan kalian. Ada dua pilihan: fokus meningkatkan tenaga motor atau fokus menurunkan bobot motor. Benar kan?
Jika kalian berfokus meningkatkan tenaga mesin, kalian bisa pakai berbagai cara. Misalnya, bore up agar CC lebih besar, melakukan porting polish, remaping ECU, dan lain sebagainya.
Jika kalian berfokus pada pengurangan bobot, kalian bisa ganti knalpot orisinal. Knalpot racing umumnya jauh lebih ringan. Kalian juga bisa mengganti velg, mengganti full body dengan carbon, mengganti ban ke ukuran lebih kecil, membuang part yang tidak perlu, dan sebagainya. Pokoknya, lakukan apapun yang bisa mengurangi bobot motor secara signifikan.
Sebagai catatan akhir, ada yang harus kalian perhatikan saat memodifikasi motor. Admin tidak akan bosan mengingatkan untuk selalu memperhatikan fungsi keamanan. Jadi, keamanan dan keselamatan tetap harus menjadi prioritas tertinggi.







